BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mataram Kuno atau
Mataram (Hindu) merupakan sebutan untuk dua dinasti, yakni Dinasti Sanjaya dan
Dinasti Syailendra, yang berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan. Dinasti
Sanjaya yang bercorak Hindu didirikan oleh Sanjaya pada tahun 732. Beberapa
saat kemudian, Dinasti Syailendra yang bercorak Buddha Mahayana didirikan oleh
Bhanu pada tahun 752. Kedua dinasti ini berkuasa berdampingan secara damai.
Nama Mataram sendiri pertama kali disebut pada prasasti yang ditulis di masa
raja Balitung. Pada umumnya para sejarawan menyebut ada tiga dinasti yang
pernah berkuasa di Kerajaan Medang, yaitu Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra
pada periode Jawa Tengah, serta Wangsa Isyana pada periode Jawa Timur.
Istilah Wangsa Sanjaya
merujuk pada nama raja pertama Medang, yaitu Sanjaya. Dinasti ini menganut
agama Hindu aliran Siwa. Menurut teori van Naerssen, pada masa pemerintahan
Rakai Panangkaran (pengganti Sanjaya sekitar tahun 770-an), kekuasaan atas
Medang direbut oleh Wangsa Sailendra yang beragama Buddha Mahayana. Mulai saat
itu Wangsa Sailendra berkuasa di Pulau Jawa, bahkan berhasil pula menguasai
Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatra. Sampai akhirnya, sekitar tahun 840-an,
seorang keturunan Sanjaya bernama Rakai Pikatan berhasil menikahi
Pramodawardhani putri mahkota Wangsa Sailendra. Berkat perkawinan itu ia bisa
menjadi raja Medang, dan memindahkan istananya ke Mamrati. Peristiwa tersebut
dianggap sebagai awal kebangkitan kembali Wangsa Sanjaya.
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana
sejarah berdirinya Kerajaan Mataram Kuno ?
2) Bagaimana
proses berkembangnya Kerajaan Mataram Kuno ?
3) Bagaimana
kehidupan rakyat Kerajaan Mataram Kuno pada saat itu ?
4) Apa
penyebab runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno ?
5) Apa
saja peninggalan - peninggalan Kerajaan Mataram Kuno ?
1.3 Tujuan
1) Mengetahui
lebih dalam tentang Kerajaan Mataram Kuno.
2) Mengetahui
bagaimana sejarah dan proses berkembangnya Kerajaan Mataram Kuno.
3) Mengetahui
bagaiamana kehidupan dan penyebab runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno.
4) Mengetahui
peninggalan – peninggalan Kerajaan Mataram Kuno.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno
diperkirakan berada di wilayah aliran sungai-sungai Bogowonto, Progo, Elo, dan
Bengawan Solo di Jawa Tengah. Keberadaan kerajaan ini dapat diketahui dari
Prasasti Canggal. Prasasti berangka tahun 732 Masehi ini menyebutkan bahwa
kerajaan itu pada awalnya dipimpin oleh Sana. Setelah kematiannya, tampuk
kekuasaan dipegang oleh keponakannya, Sanjaya. Pada masa pemerintahan Sri
Maharaja Rakai Panangkaran berdiri pula sebuah dinasti baru di Jawa Tengah,
yaitu Dinasti Syailendra yang beragama Budha. Perkembangan kekuasaan dinasti
tersebut di bagian selatan Jawa Tengah menggeser kedudukan Dinasti Sanjaya yang
beragama Hindu hingga ke bagian tengah Jawa Tengah. Akhirnya, untuk memperkuat
kedudukan masing-masing, kedua dinasti itu sepakat bergabung. Caranya adalah
melalui pernikahan antara Raja Putri Pramodharwani dari pihak Syailendra dengan
Rakai Pikatan dari dinasti saingannya.
Kerajaan Mataram Kuno
terkenal keunggulannya dalam pembangunan candi agama Budha dan Hindu. Candi
yang diperuntukan bagi agama Budha antara lain Candi Borobudur, yang dibangun
oleh Samaratungga dari Dinasti Syailendra. Candi Hindu yang dibangun antara
lain Candi RoroJongrang di Prambanan, yang dibangun oleh Raja Pikatan. Pada
zaman pemerintahan Raja Rakai Wawa terjadi banyak kekacauan di daerah-daerah
yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno sementara ancaman dari
luar mengintainya. Keadaan menjadi semakin buruk setelah kematian sang raja
akibat perebutan kekuasaan di kalangan istana. Akhirnya, pengganti Raja Wawa
yang bernama Mpu Sindok mengambil keputusan untuk memindahkan pusat
pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Di sana ia membangun sebuah
dinasti baru yang bernama Isyana.
Kerajaan mataram kuno
dipimpin pertama kali oleh Raja Sanjaya yang terkenal sebagai seorang raja yang
besar. Ia adalah penganut Hindu Syiwa yang taat. Setelah Rakai Mataram Sang
Ratu Sanjaya meninggal dunia, beliau kemudian digantikan oleh putranya yang
bernama Sankhara yang bergelar Rakai Panangkaran Dyah Sonkhara Sri
Sanggramadhanjaya. Raja Panangkaran lebih progresif dan bijaksana daripada
Sanjaya sehingga Mataram Kuno lebih cepat berkembang. Daerah-daerah sekitar
Mataram Kuno segera ditaklukkan, seperti kerajaan Galuh di Jawa Barat dan
Kerajaan Melayu di Semenanjung Malaya.Ketika Rakai Panunggalan berkuasa,
kerajaan Mataram Kuno mulai mengadakan pembangunan beberapa candi megah seperti
candi Kalasan, candi Sewu, candi Sari, candi Pawon, candi Mendut, dan Candi
Borobudur.
Kemudian setelah Rakai
Panunggalan meninggal, beliau digantikan oleh Rakai Warak. Pada zaman
pemerintahan Rakai Warak, ia lebih mengutamakan agama Buddha dan Hindu sehingga
pada saat itu banyak masyarakat yang mengenal agama tersebut. Setelah Rakai
Warak meninggal kemudian digantikan oleh Rakai Garung.
Setelah Rakai Garung
meninggal ia digantikan oleh Rakai Pikatan. Berkat kecakapan dan keuletan Rakai
Pikatan, semangat kebudayaan Hindu dapat dihidupkan kembali. Kekuasaannya pun
bertambah luas meliputi seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur serta ia pun memulai
pembangunan candi Hindu yang lebih besar dan indah yaitu candi Prambanan (Candi
Lara Jonggrang) di desa Prambanan. Setelah Raja Pikatan wafat ia digantikan
oleh Rakai Kayuwangi. Pada masa pemerintahan Rakai Kayuwangi Kerajaan banyak
menghadapi masalah dan berbagai persoalan yang rumit sehingga timbullah benih
perpecahan di antara keluarga kerajaan. Selain itu zaman keemasan Mataram Kuno
mulai memudar serta banyak terjadi perang saudara.
2.2 Proses Berkembangnya
Kerajaan Mataram Kuno
Perkembangan Kerajaan
Mataram Kuno dibagi menjadi 2 :
a. Dinasti
Sanjaya
Istilah
Wangsa Sanjaya diperkenalkan oleh sejarawan bernama Dr. Bosch dalam karangannya
yang berjudul Sriwijaya, de Sailendrawamsa en de Sanjayawamsa (1952). Ia
menyebutkan bahwa, di Kerajaan Medang terdapat dua dinasti yang berkuasa, yaitu
dinasti Sanjaya dan Sailendra. Istilah Wangsa Sanjaya merujuk kepada nama
pendiri Kerajaan Medang, yaitu Sanjaya yang memerintah sekitar tahun 732.
Berdasarkan Prasasti Canggal (732 M) diketahui Sanjaya adalah penerus raja Jawa
Sanna, menganut agama Hindu aliran Siwa, dan berkiblat ke Kunjarakunja di
daerah India, dan mendirikan Shivalingga baru yang menunjukkan membangun pusat
pemerintahan baru.
Menurut
penafsiran atas naskah Carita Parahyangan yang disusun dari zaman kemudian,
Sanjaya digambarkan sebagai pangeran dari Galuh yang akhirnya berkuasa di
Mataram. Ibu dari Sanjaya adalah Sanaha, cucu Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga
di Jepara. Ayah dari Sanjaya adalah Sena/Sanna/Bratasenawa, raja Galuh ketiga.
Sena adalah putra Mandiminyak, raja Galuh kedua (702-709 M). Dikemudian hari,
Sanjaya yang merupakan penerus Kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh dengan
bantuan Tarusbawa, raja Sunda. Penyerangan ini bertujuan untuk melengserkan
Purbasora. Saat Tarusbawa meninggal pada tahun 723, kekuasaan Sunda dan Galuh
berada di tangan Sanjaya. Di tangannya, Sunda dan Galuh bersatu kembali. Tahun
732, Sanjaya menyerahkan kekuasaan Sunda-Galuh kepada putranya Rarkyan
Panaraban (Tamperan). Di Kalingga, Sanjaya memegang kekuasaan selama 22 tahun
(732-754), yang kemudian diganti oleh puteranya dari Déwi Sudiwara, yaitu Rakai
Panangkaran. Secara garis besar kisah dari Carita Parahyangan ini sesuai dengan
prasasti Canggal. Rakai Panangkaran dikalahkan oleh dinasti pendatang dari
Sumatra yang bernama Wangsa Sailendra. Berdasarkan penafsiran atas Prasasti
Kalasan (778 M), pada tahun 778 raja Sailendra yang beragama Buddha aliran
Mahayana memerintah Rakai Panangkaran untuk mendirikan Candi Kalasan.
Sejak
saat itu Kerajaan Medang dikuasai oleh Wangsa Sailendra. Sampai akhirnya
seorang putri mahkota Sailendra yang bernama Pramodawardhani menikah dengan
Rakai Pikatan, seorang keturunan Sanjaya, pada tahun 840–an. Rakai Pikatan
kemudian mewarisi takhta mertuanya. Dengan demikian, Wangsa Sanjaya kembali
berkuasa di Medang.
b. Dinasti
Syailendra
Selama
ini kerajaan Medang dianggap diperintah oleh dua wangsa yaitu Wangsa Sailendra
yang beragama Buddha dan Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu Siwa, pendapat ini
pertama kali diperkenalkan oleh Bosch. ada awal era Medang atau Mataram Kuno,
wangsa Sailendra cukup dominan di Jawa Tengah. Menurut para ahli sejarah,
wangsa Sanjaya awalnya berada di bawah pengaruh kekuasaan wangsa Sailendra.
Mengenai persaingan kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, akan
tetapi kedua-duanya sama-sama berkuasa di Jawa Tengah. Sementara Poerbatjaraka
menolak anggapan Bosch mengenai adanya dua wangsa kembar berbeda agama yang
saling bersaing ini. Menurutnya hanya ada satu wangsa dan satu kerajaan, yaitu
wangsa Sailendra dan Kerajaan Medang. Sanjaya dan keturunannya adalah anggota
Sailendra juga. Ditambah menurut Boechari, melalui penafsirannya atas Prasasti
Sojomerto bahwa wangsa Sailendra pada mulanya memuja Siwa, sebelum Panangkaran
beralih keyakinan menjadi penganut Buddha Mahayana.
Raja-raja
yang berkuasa dari keluarga Sailendra tertera dalam prasasti Ligor, prasasti
Nalanda maupun prasasti Klurak, sedangkan raja-raja dari keluarga Sanjaya
tertera dalam prasasti Canggal dan prasasti Mantyasih. Berdasarkan candi-candi,
peninggalan kerajaan Mataram Kuno dari abad ke-8 dan ke-9 yang bercorak Budha
(Sailendra) umumnya terletak di Jawa Tengah bagian selatan, sedangkan yang
bercorak Hindu (Sanjaya) umumnya terletak di Jawa Tengah bagian utara.
Berdasarkan penafsiran atas prasasti Canggal (732 M) Sanjaya memang mendirikan
Shivalingga baru (Candi Gunung Wukir), artinya ia membangun dasar pusat
pemerintahan baru. Hal ini karena raja Jawa pendahulunya, Raja Sanna wafat dan
kerajaannya tercerai-berai diserang musuh. Saudari Sanna adalah Sannaha, ibunda
Sanjaya, artinya Sanjaya masih kemenakan Sanna. Sanjaya mempersatukan bekas
kerajaan Sanna, memindahkan ibu kota dan naik takhta membangun kraton baru di
Mdang i Bhumi Mataram. Hal ini sesuai dengan adat dan kepercayaan Jawa bahwa
kraton yang sudah pernah pralaya, diserang, kalah dan diduduki musuh, sudah
buruk peruntungannya sehingga harus pindah mencari tempat lain untuk membangun
kraton baru.
Hal
ini serupa dengan zaman kemudian pada masa Mataram Islam yang meninggalkan
Kartasura yang sudah pernah diduduki musuh dan berpindah ke Surakarta.
Perpindahan pusat pemerintahan ini bukan berarti berakhirnya wangsa yang
berkuasa. Hal ini sama dengan Airlangga pada zaman kemudian yang membangun
kerajaan baru, tetapi ia masih merupakan keturunan wangsa penguasa terdahulu,
kelanjutan Dharmawangsa yang juga anggota wangsa Isyana. Maka disimpulkan meski
Sanjaya memindahkan ibu kota ke Mataram, ia tetap merupakan kelanjutan dari
wangsa Sailendra yang menurut prasasti Sojomerto didirikan oleh Dapunta
Selendra. Pada masa pemerintahan raja Indra (782-812), puteranya, Samaratungga,
dinikahkan dengan Dewi Tara, puteri Dharmasetu, Maharaja Sriwijaya. Prasasti
yang ditemukan tidak jauh dari Candi Kalasan memberikan penjelasan bahwa candi
tersebut dibangun untuk menghormati Tara sebagai Bodhisattva wanita.
Pada
tahun 790, Sailendra menyerang dan mengalahkan Chenla (Kamboja Selatan),
kemudian sempat berkuasa di sana selama beberapa tahun. Candi Borobudur selesai
dibangun pada masa pemerintahan raja Samaratungga (812-833). Borobudur
merupakan monumen Buddha terbesar di dunia, dan kini menjadi salah satu
kebanggaan bangsa Indonesia. Dari hasil pernikahannya dengan Dewi Tara,
Samaratungga memiliki putri bernama Pramodhawardhani dan putra bernama
Balaputradewa. Balaputra kemudian memerintah di Sriwijaya, maka selain pernah
berkuasa di Medang, wangsa Sailendra juga berkuasa di Sriwijaya.
2.3 Kehidupan Rakyat
Mataram Kuno
Rakyat Mataram
menggantungkan kehidupannya pada hasil pertanian. Hal ini mengakibatkan banyak
kerajaan-kerajaan serta daerah lain yang saling mengekspor dan mengimpor hasil
pertaniannya.Usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan hasil pertanian telah
dilakukan sejak masa pemerintahan Rakai Kayuwangi. Yang diperdagagkan
pertama-tama hasil bumi, seperti beras, buah-buahan, sirih pinang, dan buah
mengkudu.Juga hasil industry rumah tangga, seperti alat perkakas dari besi dan
tembaga, pakaian,paying,keranjang, dan barang-barang anyaman, gula, arang, dan
kapur sirih. Binatang ternak seperti kerbau, sapi, kambing, itik, dan ayam
serta telurnya juga di perjual belikan.
Usaha perdagangan juga
mulai mendapat perhatian ketika Raja Balitung berkuasa.Raja telah memerintahkan
untuk membuat pusat-pusat perdagangan serta penduduk disekitar kanan-kiri
aliran Sungai Bengawan Solo diperintahkan untuk menjamin kelancaran arus lalu
lintas perdagangan melalui aliran sungai tersebut.Sebagai imbalannya, penduduk
desa di kanan-kiri sungai tersebut dibebaskan dari pungutan pajak.Lancarya
pengangkutan perdagangan melalui sungai tersebut dengan sendirinya akan
menigkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Mataram Kuno.
2.4 Penyebab runtuhnya
Kerjaan Mataram Kuno
Runtuhnya kerajaan
Mataram disebabkan oleh beberapa faktor.
1) Pertama,
disebabkan oleh letusan gunung Merapi yang mengeluarkan lahar. Kemudian lahar
tersebut menimbun candi-candi yang didirikan oleh kerajaan, sehingga
candi-candi tersebut menjadi rusak.
2) Kedua,
runtuhnya kerajaan Mataram disebabkan oleh krisis politik yang terjadi tahun
927-929 M.
3) Ketiga,
runtuhnya kerajaan dan perpindahan letak kerajaan dikarenakan pertimbangan
ekonomi. Di Jawa Tengah daerahnya kurang subur, jarang terdapat sungai besar
dan tidak terdapatnya pelabuhan strategis.Sementara di Jawa Timur, apalagi di
pantai selatan Bali merupakan jalur yang strategis untuk perdagangan, dan dekat
dengan daerah sumber penghasil komoditi perdagangan.
Mpu Sindok mempunyai
jabatan sebagai Rake I Hino ketika Wawa menjadi raja di Mataram, lalu pindah ke
Jawa timur dan mendirikan dinasti Isyana di sana dan menjadikan Walunggaluh
sebagai pusat kerajaan. Mpu Sindok yang membentuk dinasti baru, yaitu Isanawangsa
berhasil membentuk Kerajaan Mataram sebagai kelanjutan dari kerajaan sebelumnya
yang berpusat di Jawa Tengah. Mpu Sindok memerintah sejak tahun 929 M sampai
dengan 948 M.Sumber sejarah yang berkenaan dengan Kerajaan Mataram di Jawa
Timur antara lain prasasti Pucangan, prasasti Anjukladang dan Pradah, prasasti
Limus, prasasti Sirahketing, prasasti Wurara, prasasti Semangaka, prasasti
Silet, prasasti Turun Hyang, dan prasasti Gandhakuti yang berisi penyerahan
kedudukan putra mahkota oleh Airlangga kepada sepupunya yaitu Samarawijaya
putra Teguh Dharmawangsa.
2.5 Peninggalan – peninggalan Kerajaan Mataram
Kuno
A.
Prasasti
1)
Prasasti Canggal
ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Canggal berangka tahun 732 M
dalam bentuk Candrasangkala.
2)
Prasasti Kalasan,
ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta berangka tahun 778 M, ditulis dalam huruf
Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta
3)
Prasasti Mantyasih
ditemukan di Mantyasih Kedu, Jateng berangka tahun 907 M yang menggunakan
bahasa Jawa Kuno. Isi dari prasasti tersebut adalah daftar silsilah raja-raja
Mataram yang mendahului Bality yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai
Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai
Watuhumalang, dan Rakai Watukura Dyah Balitung. Untuk itu prasasti
Mantyasih/Kedu ini juga disebut dengan prasasti Belitung
4)
Prasasti Klurak
ditemukan di desa Prambanan berangka tahun 782 M ditulis dalam huruf Pranagari
dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan pembuatan arca Manjusri oleh Raja
Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya.
B.
Candi
1)
Candi Gatotkaca
Candi
Gatotkaca adalah salah satu candi Hindu yang berada di Dataran Tinggi Dieng, di
wilayah Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Candi ini terletak di
sebelah barat Kompleks Percandian Arjuna, di tepi jalan ke arah Candi Bima, di
seberang Museum Dieng Kailasa. Nama Gatotkaca sendiri diberikan oleh penduduk
dengan mengambil nama tokoh wayang dari cerita Mahabarata.
2)
Candi Bima
Berada
di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, [1]
candi ini terletak paling selatan di kompleks Percandian Dieng. Pintu masuk
berada di sisi timur. Candi ini cukup unik dibanding dengan candi-candi lain,
baik di Dieng maupun di Indonesia pada umumnya, karena kemiripan arsitekturnya
dengan beberapa candi di India. Bagian atapnya mirip dengan shikara dan
berbentuk seperti mangkuk yang ditangkupkan. [2] Pada bagian atap terdapat
relung dengan relief kepala yang disebut dengan kudu.
3)
Candi Dwarawati
Bentuk
Candi Dwarawati mirip dengan Candi Gatutkaca, yaitu berdenah dasar segi empat
dengan penampil di keempat sisinya. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi
sekitar 50 cm. Tangga dan pintu masuk, yang terletak di sisi barat, saat ini
dalam keadaan polos tanpa pahatan.
4)
Candi Arjuna
Candi
ini mirip dengan candi-candi di komples Gedong Sanga. Berdenah dasar persegi
dengan luas sekitar ukuran sekitar 4 m2. Tubuh candi berdiri diatas batur
setinggi sekitar 1 m. Di sisi barat terdapat tangga menuju pintu masuk ke
ruangan kecil dalam tubuh candi. Pintu candi dilengkapi dengan semacam bilik
penampil yang menjorok keluar sekitar 1 m dari tubuh candi. Di atas ambang
pintu dihiasi dengan pahatan Kalamakara.
5)
Candi Semar
Candi
ini letaknya berhadapan dengan Candi Arjuna. Denah dasarnya berbentuk persegi
empat membujur arah utara-selatan. Batur candi setinggi sekitar 50 cm, polos
tanpa hiasan. Tangga menuju pintu masuk ke ruang dalam tubuh candi terdapat di
sisi timur. Pintu masuk tidak dilengkapi bilik penampil. Ambang pintu diberi
bingkai dengan hiasan pola kertas tempel dan kepala naga di pangkalnya. Di atas
ambang pintu terdapat Kalamakara tanpa rahang bawah.
6)
Candi Puntadewa
Ukuran
Candi Puntadewa tidak terlalu besar, namun candi ini tampak lebih tinggi. Tubuh
candi berdiri di atas batur bersusun setinggi sekitar 2,5 m. Tangga menuju
pintu masuk ke dalam ruang dalam tubuh candi dilengkapi pipi candi dan dibuat
bersusun dua, sesuai dengan batur candi. Atap candi mirip dengan atap Candi
Sembadra, yaitu berbentuk kubus besar. Puncak atap juga sudah hancur, sehingga
tidak terlihat lagi bentuk aslinya. Di keempat sisi atap juga terdapat relung
kecil seperti tempat menaruh arca. Pintu dilengkapi dengan bilik penampil dan
diberi bingkai yang berhiaskan motif kertas tempel.
7)
Candi Sembrada
Batur
candi setinggi sekitar 50 cm dengan denah dasar berbentuk bujur sangkar. Di
pertengahan sisi selatan, timur dan utara terdapat bagian yang menjorok keluar,
membentuk relung seperti bilik penampil. Pintu masuk terletak di sisi barat
dan, dilengkapi dengan bilik penampil. Adanya bilik penampil di sisi barat dan
relung di ketiga sisi lainnya membuat bentuk tubuh candi tampak seperti
poligon. Di halaman terdapat batu yang ditata sebagai jalan setapak menuju
pintu.
8)
Candi Srikandi
Candi
ini terletak di utara Candi Arjuna. Batur candi setinggi sekitar 50 cm dengan
denah dasar berbentuk kubus. Di sisi timur terdapat tangga dengan bilik
penampil. Pada dinding utara terdapat pahatan yang menggambarkan Wisnu, pada
dinding timur menggambarkan Syiwa dan pada dinding selatan menggambarkan Brahma.
Sebagian besar pahatan tersebut sudah rusak. Atap candi sudah rusak sehingga
tidak terlihat lagi bentuk aslinya.
9)
Candi Gedong Songo
Candi
Gedong Songo adalah nama sebuah komplek bangunan candi peninggalan budaya Hindu
yang terletak di desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa
Tengah, Indonesia tepatnya di lereng Gunung Ungaran. Di kompleks candi ini
terdapat sembilan buah candi. Candi ini diketemukan oleh Raffles pada tahun
1804 dan merupakan peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra abad
ke-9 (tahun 927 masehi). Candi ini memiliki persamaan dengan kompleks Candi
Dieng di Wonosobo. Candi ini terletak pada ketinggian sekitar 1.200 m di atas
permukaan laut sehingga suhu udara disini cukup dingin (berkisar antara 19-27
°C)
10)
Candi Sari
Candi
Sari adalah candi Buddha yang berada tidak jauh dari Candi Sambi Sari, Candi
Kalasan dan Candi Prambanan, yaitu di bagian sebelah timur laut dari kota
Yogyakarta, dan tidak begitu jauh dari Bandara Adisucipto. Candi ini dibangun
pada sekitar abad ke-8 dan ke-9 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno dengan
bentuk yang sangat indah. Pada bagian atas candi ini terdapat 9 buah stupa
seperti yang nampak pada stupa di Candi Borobudur, dan tersusun dalam 3 deretan
sejajar.
Bentuk
bangunan candi serta ukiran relief yang ada pada dinding candi sangat mirip
dengan relief di Candi Plaosan. Beberapa ruangan bertingkat dua berada persis
di bawah masing-masing stupa, dan diperkirakan dipakai untuk tempat meditasi
bagi para pendeta Buddha (bhiksu) pada zaman dahulunya. Candi Sari pada masa
lampau merupakan suatu Vihara Buddha, dan dipakai sebagai tempat belajar dan
berguru bagi para bhiksu.
11)
Candi Mendut
Candi
Mendut adalah sebuah candi bercorak Buddha. Candi yang terletak di Jalan Mayor
Kusen Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengahini, letaknya berada sekitar
3 kilometer dari candi Borobudur.Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan
Raja Indra dari dinasti Syailendra. Di dalam prasasti Karangtengah yang
bertarikh 824 Masehi, disebutkan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci
bernama wenuwana yang artinya adalah hutan bambu. Oleh seorang ahli arkeologi
Belanda bernama J.G. de Casparis, kata ini dihubungkan dengan Candi Mendut.
12)
Candi Sewu
Secara
administratif, kompleks Candi Sewu terletak di Dukuh Bener, Desa Bugisan,
Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Candi Sewu adalah
candi Buddha yang dibangun pada abad ke-8 yang berjarak hanya delapan ratus
meter di sebelah utara Candi Prambanan. Candi Sewu merupakan kompleks candi
Buddha terbesar kedua setelah Candi Borobudur di Jawa Tengah. Candi Sewu
berusia lebih tua daripada Candi Prambanan. Meskipun aslinya terdapat 249
candi, oleh masyarakat setempat candi ini dinamakan "Sewu" yang
berarti seribudalam bahasa Jawa. Penamaan ini berdasarkan kisah legenda Loro
Jonggrang.
13)
Candi Pawon
Letak
Candi Pawon ini berada di antara Candi Mendut dan Candi Borobudur, tepat
berjarak 1750 meter dari Candi Borobudur ke arah timur dan 1150 m dari Candi
Mendut ke arah barat. Nama Candi Pawon tidak dapat diketahui secara pasti
asal-usulnya. Ahli epigrafi J.G. de Casparis menafsirkan bahwa Pawon berasal
daribahasa Jawa awu yang berarti 'abu', mendapat awalan pa- dan akhiran -an
yang menunjukkan suatu tempat. Dalam bahasa Jawa sehari-hari kata pawon berarti
'dapur', akan tetapi de Casparis mengartikannya sebagai 'perabuan' atau tempat
abu. Penduduk setempat juga menyebutkan Candi Pawon dengan nama Bajranalan.
Kata ini mungkin berasal dari kata bahasa Sanskerta vajra =yang berarti
'halilintar' dan anala yang berarti 'api'.
14)
Candi Borobudur
Borobudur
adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa
Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat
daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat
laut Yogyakarta. Candi berbentukstupa ini didirikan oleh para penganut agama
Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa
Syailendra. Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang
diatasnya terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan
2.672 panel relief dan aslinya terdapat 504 arca Buddha.[1] Stupa utama
terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh
tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca buddha
tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan)
Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara umum kerajaan Mataram Kuno pernah di pimpin oleh 3
dinasti yang pernah berkuasa pada waktu itu, yaitu Wangsa Sanjaya, Wangsa
Sailendra, dan Wangsa Isyana.Istilah Isyana berasal dari nama Sri Isyana
Wikramadharmottunggadewa, yaitu gelar Mpu Sindok setelah menjadi raja Medang
(929–947). Silsilah Wangsa Isyana dijumpai dalam prasasti Pucangan tahun 1041
atas nama Airlangga, seorang raja yang mengaku keturunan Mpu Sindok. Dalam masa
70 tahun itu tercatat hanya tiga prasasti yang berangka tahun yang ditentuka,
yaitu prasasti Hara-Hara tahun 888 Saka (966 M) prasasti Kawambang Kulwan tahun
913 Saka (992 M) dan prasasti ucem tahun 934 Saka (1012-1013 M).
Usaha untuk
meningkatkan dan mengembangkan hasil pertanian telah dilakukan sejak masa
pemerintahan Rakai Kayuwangi. Yang diperdagagkan pertama-tama hasil bumi,
seperti beras, buah-buahan, sirih pinang, dan buah mengkudu. Juga hasil
industri rumah tangga, seperti alat perkakas dari besi dan tembaga,
pakaian,paying,keranjang, dan barang-barang anyaman, gula, arang, dan kapur sirih.
Binatang ternak seperti kerbau, sapi, kambing, itik, dan ayam serta telurnya
juga di perjualbelikan.
3.2 Saran
Semoga makalah tersebut
dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para pembaca.Selain itu kita
bisa mengetahui lebih dalam tentang kerajaan-kerajaan hindu-budha di Indonesia
khususnya Kerajaan Kalingga.Kita sebagai penerus harus bisa melestarikannya
serta menjaga peninggalan-peninggalannya.
DAFTAR
PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Medang
http://ayunura.blogspot.com/2014/09/contoh-makalah-sejarah-kerajaan-mataram.html
http://fidrew.blogspot.com/2013/02/contoh-makalah-mataram-kuno-latar_18.html
http://diahnfadhilah.blogspot.com/2014/06/makalah-kerajaan-mataram-kuno.html`
Tidak ada komentar:
Posting Komentar