BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa pendudukan Jepang di Indonesia
merupakan salah satu periode yang sangat penting dalam sejarah negeri ini. Masa
itu sering itu dipandang sebagai latar belakang terjadinya revolusi dalam
masyarakat maupun politik bangsa indonesia dalam usaha memerdekakan diri dari
penjajahan.
Masa pendudukan Jepang di Indonesia
dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945 seiring
dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M. Hatta atas nama
bangsa Indonesia.
Pada Mei 1940, awal perang dunia II
Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan
di bulan Juli mengalihkan ekspor untuk Jepag ke Amerika Serikat dan Inggris.
Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk megamankan persediaan bahan bakar
pesawat gagal di bulan Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara
di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima
bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan
Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
Pada bulan Juli 1942, Soekarno
menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk
pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer
Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para kyai didekorasi oleh kaisar Jepang
pad tahun 1943 tetapi pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat
berpariasi, tergantung dimana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut.
Jepang membentuk pesiapan
kemerdekaan yaitu BPUPKI ( Badan penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) atau ( Dokuritsu junbi Chosa-kai ) dalam bahasa Jepang. Badan ini
bertugas membentuk persiapan-persiapan prakemerdekaan dan membuat dasar Negara
dan di gantikan oleh PPKI yang bertugas menyiapkan kemerdekaan.
Oleh karena itu, pembahasan tentang
pendudukan Jepang hingga menjelang kemerdekaan sangat menarik untuk dikaji
karena memberikan pengaruh penting terhadap revolusi dalam masyarakat maupun
politik bangsa indonesia dalam usaha memerdekakan diri dari penjajahan. Selain
itu juga memberikan suatu informasi sehubungan dengan penjajahan Jepang di
Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
·
Bagaimana Usaha Spionase Jepang di Indonesia ?
·
Bagaimana Aksi Propaganda Jepang di Indonesia ?
·
Bagaimana Kebijakan Pemerintah Militer Jepang ?
1.3 Tujuan
·
Mengetahui Usaha Spionase Jepang di Indonesia.
·
Mengetahui Aksi Propaganda Jepang di Indonesia.
·
Mengetahui Kebijakan Pemerintah Militer Jepang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Usaha Spionase Jepang di Indonesia
Masa pendudukan Jepang di Indonesia
dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945 seiring
dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M. Hatta atas nama
bangsa Indonesia. Pendudukan Jepang di Indonesia diawali dengan pendaratan di
kota tarakan pada 10 Januari 1942.
selanjutnya menduduki Minahasa, Balikpapan (Balikpapan merupakan sumber-sumber
minyak maka diserang dengan hati-hati agar tetap utuh, tetapi dibumihanguskan
oleh tentara Belanda), ambon, Pontianak, Makasar, Banjarmasin, Palembang, dan
Bali antara Januari sampai februari 1942.
Adapun serangan-serangan pasukan
Jepang di Jawa diawali pada tanggal 1 Maret 1942, Jepang mendarat di Teluk
Banten, Indramayu, dan Bojonegoro. Kemudian tanggal 5 Maret kota Batavia
(Jakarta) jatuh ke tangan tentara Jepang dan dilanjutkan menduduki Buitenzorg
(Bogor). Jepang menyerang di Pulau Jawa karena dipandang sebagai basis kekuatan
politik dan militer Belanda. Serangan-serangan Jepang dalam waktu singkat dapat
menjatuhkan negara-negara imperialis Belanda di Indonesia. Pasukan Belanda
terkepung di Cilacap dan Bandung kemudian menyerah tanpa syarat kepada Jepang
di Kalijati, Subang (Jawa Barat) pada tanggal 8 Maret 1942. Penyerahan ini
ditandatangani oleh Panglima Tentara Hindia Belanda Letnan Jenderal Ter Poorten
dan di pihak Jepang diwakili Jenderal Hitosyi Imamura. Peristiwa itu menandai
pendudukan Jepang di Indonesia.
Setelah jatuh ke tangan Jepang.
Indonesia berada di bawah pemerintahan militer. Pemerintahan militer Jepang di Indonesia
terbagi dalam tiga daerah pemerintahan seperti berikut:
Wilayah Sumatra di bawah
pemerintahan Angakatan Darat (Bala Tentara XXV) yang berpusat di Bukittinggi.
Wilayaha Jawa dan Madura di bawah pemerintahan Angakatan Darat (Bala Tentara
XVI) yang berpusat di Jakarta.Wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku di bawah
pemerintahan Angkatan laut (Armada Selatan II) yang berpusat di Makassar.
Pemerintahan di ketiga wilayah itu dipimpin oleh kepala staf tentara/armada
dengan sebutan Gunseikan (kepala pemerintahan militer) dan kantornya disebut
Gunseikanbu. Karena kekurangan tenaga pemerintahan, orang Jepang terpaksa
mengangkat orang Indonesia unuk menduduki jabatan tinggi
2.2 Aksi Propaganda Jepang di Indonesia
Setelah berakhirnya pemerintahan
Belanda di Indonesia, maka dimulailah kekuasaan baru yang dipegang oleh Jepang.
1)
Dengan kekuasaan kependudukan Jepang ini, mereka segera
menyusun pemerintahan di daerah yang harus membantu keinginan dan misi Jepang,
yakni tercapainya kemenangan perang bagi Jepang. Sifat pemerintahan ini lebih
tepat dikatakan sebagai pemerintahan pendudukan dari pada pemerintahan jajahan,
sebab perang masih berlangsung dengan sengitnya. Adapun bentuk pemerintahannya
adalah pemerintahan militer.
2)
Pada masa pemerintahan militer ini, kebijakan demi
kebijakan yang diambil senantiasa didasarkan atas perkembangan perang yang
sedang terjadi. Secara garis besar, kebijakan yang dibuat pemerintahan militer
Jepang meliputi tiga tahap, yaitu:tahap pertama (1942-1943) adalah tahap
persuasif, padatahap ini jepang membuat dan memberikan janji-janji yang
samar-samar mengenai konsesi-konsesi politik agar bangsa 1 Onghokham, 1989,
Runtuhnya kekuasaan Di Hindia Belanda. Indonesia bersedia bekerja sama dengan
pemerintah pendudukan Jepang. Tahap kedua (1943-1944) adalah tahap partisipasi
dan mobilisasi, pada tahap ini orang-orang Indonesia dilibatkan dalam
jabatan-jabatan pada kantor-kantor pemerintahan sebagai pendamping atau
penasehat pejabat bagi kepentingan pemerintahan pendudukan Jepang. Tahap ketiga
(1944-1945) adalah tahap peningkatan mobilisasi dengan memberikan suatu
janji-janji politik tentang kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.
3)
Secara operasional pemerintahan pendudukan Jepang
dilaksanakan oleh kepala staf yang disebut Guenseikan. Guenseikan ini membawahi
departemen-departemen (bu) yang terdiri atas somubu(Departemen Urusan Umum),
Naimubu (DepartemenDalam Negeri), Sangyobu (Departemen Perekonomian Zaimubu
(Departemen Keuangan), Shidobu (DepartemeKehakiman), Keimubu (Departemen
Kepolisian), Kotsubu (Departemen Lalu Lintas), Sendenbu (DepartemenPropaganda).
4)
Dalam rangka memperlancar pelaksanaan kebijakan mereka
di wilayah pendudukan Jawa, Pemerintahan militer memerlukan alat untuk
mengambil hati rakyat, dan alat inilah yang 3 Pemda Kotamadya TK. II, 1981,
Sejarah Kota Bandung Periode Revolusi Kemerdekaan1945-1950,Pustaka,digunakan
sebagai alat propaganda. Alat ini disalurkan kelapangan- lapangan yang jauh
lebih luas dari pada lapangan kemiliteran, oleh karena itu organisasi
propaganda-propaganda yang dibentuk jepang mempunyai tugas menyalurkan pesan ke
lapangan masyarakat umum, sampai ke lapangan penghiburan dan kebudayaan.
Propaganda adalah penyiaran
penerangan yang disiarkan dengan maksud mencari pengikut atau bantuan.
Propaganda merupakan kata yang tidak asing lagi di kalangan orang Indonesia,
terutama yang terlibat langsung dalam masa pendudukan Jepang. Perkataan ini
memang sangat populer pada waktu Jepang menduduki Indonesia, dan merasuki
hampir di segala aspek kehidupan. Propaganda Jepang dilakukan seiring dengan
penaklukan terhadap negeri-negeri yang didudukinya. Keinginan yang besar dalam
penaklukan ini bukanlah suatu hal yang baru timbul di dalam sejarah Jepang.
Anggapan sebagai “bangsa terpilih” menguatkan kepercayaan bangsa ini akan tugas
suci Jepang untuk menaklukan dan menguasai negeri orang. Dua ribu enam ratus
tahun yang lalu Djinanmu Tennc, kaisar Jepang yang pertama, disebut-sebut
sebagai raja pemberi“sabda suci” Hakko Ichiu, yang bertujuan menaruh ke delapan
penjuru arah mata angin di bawah panji-panji dari Nippon. Bahkan rencana
tertentu di dalam politikpenaklukan Jepang, seperti rencana “Lingkungan
Kesemakmuran Asia Timur Raya”, dapat dicari kembali pada akhir abad-16.
Napoleon negeri Jepang itu,
menyerang Korea dalam tahun 1592 sebagai batul oncatan untuk menguasai
Tiongkok, tidak hanya bertujuan di situ saja. PolitikToyotomi Hideyoshi ialah
suatu rencana kerajaan Asia yang besar dengan Tiongkok, Jepang dan Korea
sebagai kelompok kesatuan yang pertama dankemudian diperluas dengan wilayah-wilayah
Asia lainnya, sampai-sampai kedaerah Nanyo atau daerah lautan selatan. Dalam
melakukan ekspansi dan imperialisnya, Jepang tidak hanya menjalankannya secara
membabi buta tanpa diiringi sikap moral dan maksud baik dari Jepang. Mereka
selalu mengatakan hal-hal seperti: “ingin membebaskan bangsa asia dari
penjajahan barat” atau yang lainnya seperti “menciptakan Lingkungan
Kesemakmuran Asia Timur Raya terhadap negara-negara yang ditaklukannya”. Hal
ini dilakukan untuk menciptakan citra dikalangan rakyat jajahan, bahwa
sebenarnya Jepang mempunyai maksud yang baik dan cita-cita yang besar untuk
kebesaran bangsa Asia. Dengan bantuan para propagandis yang bersama-sama datang
dengan tentara Jepang, mereka terus giat dengan berbagai semboyan yang
muluk-muluk. Semboyan-semboyan ini umumnya berdasarkan pada politik rasial.
Kita masih ingat propaganda mereka
di Indonesia yang berbunyi “Nippon-Indonesia samasama”dan “Asia untuk Orang
Asia”. Semboyan ini sangat mempengaruhi orang-orang Indonesia, baik tua maupun
muda di kala itu, karena tidak banyak orang Indonesia yang mengenal dan
mengetahui seluk beluk pemerintah pendudukan Jepang mendarat di pulau Jawa,
mereka juga sering menyebut persamaan Nippon, dan Indonesia. Tentu saja hal
tersebut sangatlah berkesan di hati orang-orang Indonesia pada mulanya. Hal
yang paling utama dan paling giat yang dilakukan Jepang selama mereka menduduki
apa yang mereka namakan daerah selatan, ialah men”Jepang”kan penduduk, terutama
angkatan mudanya. Men”Jepang”kanpenduduk berarti melakukan penjajahan politik,
ekonomi, dan budaya, sistem ini sudah terbukti bagi Jepang di negeri-negeri
yang sudah jauh lebih dahulu dikuasainya seperti: Taiwan, Korea, dan Mancuria.
Sistem penjajahan yang demikian membuktikan bahwa penduduk yang sudah di Jepangkan
lebih dahulu, mudah dikerahkan untuk berbagai macam usaha peperangan guna
kebesaran negeri Matahari Terbit.
Sebelum Jepang datang ke Indonesia
usaha-usaha untuk menarik simpati orang Indonesia sudah pernah dilakukan.
Seperti, diundangnya para tokoh pergerakan, baik pergerakan nasional maupun
pergerakan Islam ke Jepang, untuk melihat-lihat keberhasilan yang telah dicapai
Jepang. Kepada kaum pelajar, Jepang memberikan beasiswa bagi mereka yang ingin
menuntut ilmu di sana. Pada masa pergerakan nasional banyak orang Jepang yang
mencari nafkah di Hindia Belanda sebagai pedagang, Mereka dikenal sebagai
tuan-tuan toko. Sikap mereka terhadap orang-orang Indonesia yang sangat ramah,
menjadikan mereka mendapat simpati dari masyarakat. Maka tak heran ketika Jepang
datang, sambutan yang hangat pun diberikan penduduk begitu antusias.
Propaganda terus dilakukan. Untuk
lebih memudahkan infiltrasi terhadap mereka dan untuk melaksanakan skema
propaganda itu ke dalam operasi dilakukan dengan berbagai bantuan alat-alat media.
Penggunaan media melalui surat kabar, poster, foto, siaran radio, pameran,
pamflet, seni pertunjukan tradisional, pertunjukan gambar kertas, musik,
sandiwara,drama, dan film. Di antara media tersebut penggunaan film merupakan
alat propaganda yang paling efektif. Salah satu ciri utama propaganda Jepang di
masa perang ialah penggunaan berbagai media tersebut secara positif, terutama
ditekankan kepada media yang mengusik “pendengaran dan penglihatan” (audio
visual) seseorang.
Media audio-visual ini dianggap
paling efektif untuk mempengaruhi penduduk yang tidak berpendidikan dan buta
huruf serta haus hiburan.Pada masa Jepang sendiri, film digunakan sebagai alat
propaganda politik. Film mempunyai keunggulan dalam mengekpresikan gambar
bergerak yang dapat dengan mudah dimengerti oleh penonton. Hal ini menyebabkan
film dengan mudah mendapatkan banyak penggemar. Film merupakan salah satu media
propaganda penting pada masa perang. Sebelum Perang Dunia Kedua, media ini
tidak pernah digunakan sebagai alat indoktrinasi pilitik di Indonesia.
Jepang merupakan satu-satunya
negara yang memanfaatkan mediafilm sebagai alat propaganda di dalam masyarakat
Indonesia, khususnya Jawa. Kebijaksanaan kebijaksanaan yang berkaitan dengan
produksi, distribusi dan pemutaran film di 7 Aiko Kurasawa, 1993, Mobilisasi
dan Kontrol: Studi Tentang Perubahan Sosial diPedesaan di Jawa 1942-1945.Jawa
masa pendudukan merupakan tiruan yang digunakan di Jepang masa perang melawan
Cina tahun 1930-an.Segera setelah Angkatan Darat Ke-16 mengambil alih Jawa,
staf Sendenbu bersama-sama pihak militer menyita semua perusahaan film,
kemudian padabulan Oktober 1942, mereka membentuk suatu organisasi sementara
untuk menjalankan kebijakan film. Organisasi ini disebut Djawa Eiga Kosha
(KorporasiFilm Djawa) dan dikepalai oleh Oya Saichi, seorang penulis terkenal
Jepang yangdipekerjakan sebagai anggota staf Sendenbu.Di Jawa, secara khusus
dikembangkan produksi film yang bermula pada bulan September 1942, setelah
korporasi film Jawa membuka studio mereka diJatinegara, dan setelah bulan April
1943 dilanjutkan oleh Nicchi-ei (perusahaan film Jepang).
Pada tahun 1943 perusahaan film
Jepang memutar film-film produksinya sendiri. Film-film yang diputar biasanya
berjangka waktu pendek, dan menggunakan kata-kata Indonesia serta bertema
propaganda seperti film“Torpedo Tempaan Djiwa” yang bercerita tentang kejadiaan
sebelum pecahnya perang asia timur raya.9 Film-film yang dibuat di Jawa,
disesuaikan dengan situasidan kebutuhan lokal. Film-film ini merupakan
propaganda dan bersifat instruktif.Salah satu contohnya adalah film “Neppu”
yang berisi tentang anjuran agar giatbekerja di pabrik untuk dapat
menghancurkan Amerika dan Inggris guna kemenangan tanah air.10 Hal ini sesuai
dengan tujuan pemerintah pendudukan dimana penduduk Jawa akan dikerahkan untuk
turut serta dalam peperangan itu, maka langkah awalnya adalah mengindoktrinasi
mereka akan pentingnya perang bagi penduduk Jawa. Instruksi-instruksi yang
terkandung dalam film tidak terbatas pada suasana politik dan spiritual tetapi
juga termasuk ajaran-ajaran praktis dan teknis. Sebagai contoh film-film
“Pemakaran Tombak Bamboe” dan “Indonesia Raja”mengajarkan ilmu militer dan lagu
kebangsaan. Adapula film-film yang memberi pelajaran teknik pertanian dan
kerajinan tangan seperti menenun, membajak tanah,menanam padi, dan membuat
tambang. Film tentang Tanarigumi (rukuntetangga) menggambarkan kegiatan
sehari-hari dari rukun tetangga dan untuk mengembangkan pemahaman peran dan
sifatnya.
Film Taiteki Kanshi(mewaspadai
musuh) menginstruksikan bangsa Indonesia agar bersikap waspada terhadap musuh.
Penggunaan film-film semacam ini sebagai sarana instruksi teknis secara
keseluruhan merupakan suatu yang baru bagi orang Jepang maupun orang Jawa.
Kenyataannya film-film masa perang ini dapat dianggap sebagai perintis
pendidikan audio visual kontemporer
Topik film berita pada umumnya berhubungan dengan perkembangan politik
dan gerakan massa. Kemudian disusul dengan topik film berita yang menyangkut
masalah pertahanan dan ekonomi.
Propaganda Jepang di Jawa 1942-1945
Propaganda Jepang sebelum Invasi ke
Indonesia Jauh sebelum menguasai Indonesia, Jepang sudah mempersiapkan
diriuntuk mengambil hati rakyat Indonesia yang ketika itu masih berada di bawah
kekuasaan kolonialis Belanda. Propaganda menjadi alat utama bagi Jepang
untukmenarik simpati rakyat Indonesia, sehingga bangsa itu telah
mempersiapkannya secara sistematis selama beberapa tahun sebelum melaksanakan
invasi ke wilayahSelatan. Awal persiapan materi propaganda ditandai dengan
penerbitan artikel yang itulis oleh Jenderal Arki,Menteri Urusan Perang, dalam
bulan April 1932. Artikelitu berjudul The Call of Japan in the Sowa Period
(Seruan Jepang pada Masa Sowa), yang memuat ajaran bahwa jepang harus mengikuti
Imperial Way (Jalan Kekaisaran) untuk mengangkat bangsa Yamamoto, dan untuk
menyelamatkan Asia Timur serta dunia. Jenderal Araki mengakhiri artikel ini
dengan suatupenegasan bahwa misi bangsa Jepang adalah menyebarluaskan doktrin
Imperal Way diseluruh lautan dan dunia. Jederal Araki juga menulis The Present
Positionof East Asia, yang menampakkan cirri utama fasisme,yakni rasialis dan
imperialis.
“Kekaisaran Jepang,dalam sudut
pandangnya sendiri dan sudut pandang orang lain, pemimpin Asia Timur dan dengan
kekuatan semacam itu, yang disebut Kodo atau Jalan Kekaisaran, dalam rangka
perluas dan penyelamatan negeri-negeri yang tertindas, tidak dapat lagi tinggal
diamdan hanya melihat tanpa melakukan apapun” (terjemahan oleh Penulis).
Dalamtulisan tersebut tampak jelas bahwa Jepang telah mempropagandakan dirinya
sebagai bangsa pemimpin dan penyelamat bagi bangsa-bangsa Asia yang terjajah,
tetapi tanpa menyatakan tindakan agresifnyauntuk menguasai wilayah-wilayah
lain. Tindakan itu merupakan salah satu karakter pasif Jepang. Seperti kaum
fasis yang lain, ketika itu Jepang telah melegitimasi perannya sebagai pemegang
kekuatan atas bangsa-bangsa Asia Timur.
Slogan kemanusiaan untuk
membebaskan bangsa-bangsa yang tertindasoleh bangsa Barat, sesungguhnya
merupakan kedok Jepang untuk melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah lain dan
menampilkan diri di panggung kekuasaan dunia.96 Segera setelah pecah perang di
eropa dalam bulan September 1939, Jepang mulai mempersiapkan diri untuk
mengadakan invasi ke wilayah-wilayah disebelah Selatan Jepang. Indonesia merupakan
sasaran invasi jepang yang penting karena wilayah itu memiliki persediaan bahan
mentah seperti minyak, karet, imah, bosit, manggan yang sangat diperlukan untuk
mendukung kepentingan perang. Untuk persiapan penyerbuan ke wilayah Selatan,
propaganda pun semakin diperkuat. Dalam musim panas tahun 1940 Pangeran Konoye
meresmikan empat biro propaganda di Tokyo. Biro propaganda yang utama adalah
CabinetInformasion Biro, sedangkan tiga biro yang lain ditempatkan dikementrian
luar negeri,markas militer, dan di Taisei Yomusankai (Pergerakan Nasional
Baru). ropaganda disiarkan melalui radio, pers, dan pamphlet dan dilaksanakan
oleh organisasi-organisasi propagandis, sebagai contoh Great Asia Society South
danSeas Association. Selain melalui media komunikasi, propaganda juga dilakukan
secara lisan oleh para propagandis, dan mengundang bangsa-bangsa Asia lainnya
untuk mengikuti pendidikan serta bekerja di Jepang.98 Khususnya untuk
Indonesia, sasaran pertama Jepang para wartawan atau orang-orang yang
bergiatdalam persuratkabaran.
Pada tahun 1933 Jepang telah
mengundang pemimpin redaksi surat kabar Bintang Timoer, bersama dengan wartawan
lainnya, untuk mengunjungi Jepang. Undangan ini dimaksudkan untuk menanamkan
rasa hutang budi, sehingga para wartawan Indonesia itu bersedia menyiarkan
tulisan-tulisanyang mendukung Jepang.
2.3 Kebijakan Pemerintah Militer Jepang
Dengan menyerah tanpa syarat oleh
Letnan Jendral H. Terpoorten Panglima Angkatan perang Hindia Belanda atas nama
Angkatan Perang Serikat di Indonesia kepada Tentara Ekspedisi Jepang di bawah
pimpinan Letnan Jendral Hitoshi Imamura pada taggal 8 Maret 1942, berakhirlah
pemeritahan Hindia Belanda di Indonesia dan dengan resmi ditegakan kekuasaan
kemaharajaan Jepang. Masa pendudukan
Jepang dari bulan Maret 1942 sampai Agustus 1945 merupakan suatu pengalaman
berat dan pahit bagi kebanyakan orang Indonesia. Kebijakan pemerintah militer Jepang diantaranya yaitu:
2.3.1 Pembentukan Organisasi Sosial
Pada zaman Jepang, semua partai
politik dibubarkan. Kegiatan politik pergerakan nasional Indonesia dikendalikan
oleh Jepang untuk membantu Jepang dalam perang. Jawatan propaganda giat
melancarkan propaganda. Isi propaganda adalah bahwa Jepang mengobarkan perang
Asia Timur Raya untuk membebaskan seluruh Asia dari penjajahan bangsa Barat.
Selain itu, Jepang mempersatukan Asia dalam Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia
Timur Raya di bawah kepemimpinan Jepang.
Salah satu upaya pemerintah Jepang
agar rakyat dan pemimpin nasional Indonesia mau mendukung Jepang adalah dengan
mendirikan beberapa organisasi dan perkumpulan. Organisasi dan perkumpulan yang
didirikan pemerintah Jepang di antaranya adalah Gerakan Tiga A, Putera, Jawa
Hokokai, MIAI dan Masyumi.
1.
Gerakan Tiga A
Gerakan Tiga A didirikan pada bulan
April 1942. Kantor propaganda Jepang mendirikan Gerakan ini dengan semboyannya:
·
Nippon Pemimpin Asia,
·
Nippon Pelindung Asia, dan
·
Nippon Cahaya Asia.
Gerakan
ini mengadakan kursus-kursus bagi para pemuda untuk menanamkan semangat pro
Jepang demi menghadapi pasukan sekutu dalam Perang Asia Timur Raya. Gerakan
Tiga A dipimpin oleh Mr. Syamsuddin. Mr. Syamsudin adalah bekas anggota
Parindra pada zaman Hindia Belanda. Pada tahun 1943, Gerakan Tiga A dibubarkan
karena dianggap gagal dan tidak memberikan keuntungan bagi pihak Jepang.
2.
Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
Putera (Pusat Tenaga Rakyat)
dibentuk untuk mengganti Gerakan Tiga A. Gerakan yang didirikan pada tanggal 1
Maret 1943 ini dipimpin oleh empat serangkai, yakni Soekarno, Mohammad Hatta,
K.H. Mas Mansyur, dan Ki Hajar Dewantara. Bagi Jepang, Putera dibentuk dengan
tujuan untuk memusatkan seluruh kekuatan masyarakat demi membantu usaha Jepang.
Tugas pemimpin Putera adalah memimpin rakyat supaya kewajib dan bertanggug
jawab dalam menghapus pengaruh Barat. Rakyat Indonesia harus mengambil bagian
dalam usaha mempertahankan Asia Timur Raya dan mempererat persaudaraan
Indonesia dan Jepang dengan menggiatkan pelajaran bahasa Jepang.
Jepang menganggap Empat Serangkai
sebagai lambang dari aliran-aliran pergerakan nasional Indonesia yang dapat
menggerakkan seluruh Indonesia untuk kepentingannya. Putera mendapat sambutan
dari organisasi-organisasi yang ada. Beberapa organisasi yang bergabung dengan
Putera adalah Persatuan Guru Indonesia, Perkumpulan Pos Telepon dan Telegraf,
Pengurus Besar Isteri Indonesia, Badan Perantaraan Pelajar-pelajar Indonesia
(Baperpi). Karena kegiatan Putera lebih menguntungkan pejuang kemerdekaan
dari-pada menguntungkan Jepang, maka Putera dibubarkan pada tahun 1944.
3.
Jawa Hokokai
Pada tahun 1944, Panglima Tentara
Jepang di Jawa menyatakan berdirinya Jawa Hokokai (Gerakan Kebaktian Jawa).
Organisasi ini dibentuk karena karena semakin menghebatnya perang di Asia dan
Pasifik. Oleh karena itu, segenap rakyat lahir dan batin perlu digiatkan dan
dipersatukan. Jawa Hokokai berasal dari hoko seishin (semangat kebaktian).
Kebaktian itu memiliki tiga dasar, yaitu: mengorbankan diri, mempertebal
persaudaraan, dan melaksanakan tugas untuk Jepang. Tiga hal inilah yang
dituntut dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia berhubung dengan semakin
gawatnya perang. Jawa Hokokai dinyatakan sebagai organisasi resmi pemerintah
yang langsung berada di bawah pengawasan pejabat-pejabat Jepang. Kegiatan Jawa
Hokokai meliputi hal-hal berikut.
1)
Melaksanakan segala sesuatu dengan nyata dan ikhlas
untuk menyumbangkan segenap tenaga kepada pemerintah Jepang.
2)
Memimpin rakyat untuk menyumbangkan segenap tenaga
berdasarkan semangat persaudaraan antar segala bangsa.
3)
Memperkokoh pembelaan tanah air.
Jawa
Hokokai merupakan organisasi pusat dengan unit kegiatan seperti bidang
pengajaran (guru), organisasi budaya, dan perusahaan. Selain itu, Jawa Hokokai juga
bertugas mengerahkan rakyat untuk mengumpulkan padi, permata, besi tua, dan
menanam jarak untuk diserahkan kepada Jepang. Pengendalian terhadap kegiatan
politik harus diketahui Jepang serta dipergunakan untuk kepentingan Jepang
pula. Untuk meningkatkan kesiapsiagaan rakyat Indonesia, pada tanggal 14
September 1944 dibentuk Barisan Pelopor sebagai bagian dari Jawa Hokokai.
Barisan Pelopor ini merupakan organisasi pemuda pertama yang langsung dibimbing
oleh kaum nasionalis Indonesia. Pemimpin Barisan Pelopor adalah Soekarno, R.P.
Suroso, Otto Iskandardinata, dr. Buntaran Martoatmojo. Barisan Pelopor juga
dikerahkan untuk mendengarkan pidato dari pemimpin- pemimpin nasionalis. Mereka
juga dilatih cara-cara menggerakkan massa dan memperkuat pertahanan. Melalui
Barisan Pelopor, golongan pemuda terpelajar berusaha mempengaruhi rakyat.
Mereka menyesuaikan diri dengan keinginan rakyat serta mengobarkan semangat
nasional dan rasa persaudaraan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masa pendudukan Jepang di Indonesia
dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus 1945 seiring
dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M. Hatta atas nama
bangsa Indonesia. System pemerintahan Jepang yang diterapkan diIndonesia adalah
Jepang menegakan pemerintahan militer yang diperintah oleh angkatan darat dan
angkatan laut. Organisasi dan perkumpulan yang didirikan Jepang diantaranya
adalah: Gerakan Tiga A, Putera, Jawa Hokokai, MIAI dan masyumi.
Pada masa kedudukan jepang di
indonesia hingga menjelang kemerdekaan banyak menggunakan usaha-usaha
propaganda, bentukan organisasi-organisasi, misalnya organisasi sosial,
diantaranya gerakan 3A, putera, jawa hokokai, dan MIAI, selain itu ada juga
bentukan organisasi Militer diantaraya heiho, dan PETA.
Jepang menyadari perlunya bantuan
pemduduk setempat dalam rangka mempertahankan kedudukannya dikawasn Asia. Pada
bulan april 1943, pemerintahan militer Jeapang secara inisiatif mulai mengorganisir barisan pemuda. Barisan
pemuda ini berciri semi militer maupun militer. Tujuan Jepang adalah untu
mendidik dan melatih para pemuda agar mampu mempertahankan tanah air Indonesia
dari serangan pasukan sekutu. Berbagai barisan pemuda yang berbentuk semi
militer antara laian Seinendan, Fujinkai, dan Keibodan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar